Rabu, 19 Maret 2008



Training Basic Mentality bagi karyawan PT. GMU yang diadakan pada tanggal 13 – 14 Maret 2008 mengajak peserta untuk meloncat lebih tinggi lagi.

Apa itu bekerja? Nilai – nilai apa yang harus kita miliki ketika bekerja? Dua pertanyaan itulah yang menjadi pokok pembahasan pada training Basic Mentality pada tanggal 13 – 14 Maret 2008. Training ini diadakan bagi karyawan GMU. Pelaksanaannya berada di dua tempat. Pada hari pertama berada di ruang training Pusdiklat lt. 5. Pada hari ke dua berada di Taman Wiladatika Cibubur, Saung Siaga.

Pelatihan hari pertama berbentuk pelatihan di dalam kelas. Mereka yang hadir saat itu adalah karyawan GMU sejumlah 28 orang dari divisi yang berbeda (dana, umum, dan bangunan), dua orang dari Pusdiklat sebagai trainer, dan satu orang dari PSDM sebagai pihak panitia. Pada sesi pertama yang berlangsung pagi hari, para peserta diajak memahami makna kerja dan motivasi diri (self motivated). Kesimpulan sesi pertama adalah bahwa dalam bekerja sangat diperlukan semangat kerja yang tinggi. Semangat kerja yang tinggi itu diperoleh dari motivasi dalam diri sendiri. Dengan memiliki semangat maka kerja akan menghasilkan prestasi.

Pada siang hari, peserta diajak memahami nilai-nilai Kompas Gramedia. Nilai-nilai Kompas Gramedia itu dikenal dengan sebutan 5C yaitu Caring (peduli terhadap sesama), Credible (dapat dipercaya dan dapat diandalkan), Competent (cakap dan terampil di bidangnya), Competitive (terdorong untuk menjadi yang terunggul, dan Customer delight (memberikan yang terbaik sehingga pelanggang menjadi puas). Melalui berbagai diskusi, sharing, dan nonton film, para peserta diajak memahami nilai 5C. Pelatihan ditutup dengan cerita mengenai seekor kodok yang tidak lagi dapat meloncat tinggi karena disimpan dalam kotak yang sempit. Hikmah yang dapat diambil dari cerita itu adalah nilai-nilai yang salah dapat menghambat kita untuk berprestasi (meloncat lebih tinggi), sedangkan nilai-nilai yang benar akan memampukan kita untuk meloncat lebih tinggi.

Esok harinya, para peserta berkumpul di Taman Wiladatika Cibubur, Saung Siaga. Pada pelatihan di luar ruang ini, para peserta akan mengikuti berbagai permainan berbentuk komptetisi untuk berprestasi. Permainan dibagi ke dalam tiga bagian yaitu kompetisi antara individu, kompetisi antar tim, dan strategi berprestasi. “Hari ini kita akan membuktikan apakah anda dapat meloncat lebih tinggi,” ujar trainer kepada para peserta. “Praktekanlah nilai-nilai 5C yang telah kita pelajari kemarin.”

Untunglah cuaca hari itu sangat mendukung. Pagi hari cuaca cerah dan sejuk. Siang hari sempat turun hujan namun tidak berlangsung lama sehingga aktivitas selanjutnya bisa berlangsung kembali. Permainan demi permainan diikuti para peserta, baik yang muda ataupun yang tua, dengan semangat. Memang benar, ungkapan yang mengatakan kalau permainan itu tidak mengenal batas usia. Para peserta berusaha bisa berprestasi di setiap permainan dan aktif untuk menjawab pertanyaan dari trainer. Bagi mereka yang berprestasi dan aktif akan mendapatkan kupon. Pada akhir pelatihan nanti akan dilihat siapa yang memiliki kupon paling banyak maka dia akan mendapatkan hadiah dari panitia.

Sekitar jam 3 sore, para peserta berkumpul di saung yang tersedia. Trainer mengajak para peserta untuk membuat afirmasi (janji) pribadi. Afirmasi pribadi berisikan “Apa yang ingin anda lakukan dalam rentang waktu tertentu.” Acara ditutup dengan pembagian hadiah bagi peserta yang memiliki kupon terbanyak dan kata-kata penutup dari panitia. Kira-kira jam 4 sore, para peserta meninggalkan lokasi pelatihan.

Selasa, 18 Maret 2008

Setelah mengikuti program MDP di Prasetya Mulya selama beberapa bulan dan setelah menyelesaikan project assignment 1, para peserta MDP 3, yang menamai kelompoknya dengan sebutuan JEMPOL 21, mengikuti kegiatan outbond training selama 4 hari 3 malam, pada tanggal 20 -23 Februari 2008, di Taman Nasional Situ Gunung, Cisaat, Sukabumi.

Kecerian terlihat dari wajah para Jempol’ers pagi itu. Mereka sudah duduk di bangkunya masing-masing di dalam bus. Ada yang terlihat sibuk sendiri mengatur barang bawaannya. Ada yang sedang berbincang-bincang dengan orang yang ada disebelahnya. Ada yang asik menikmati makanan yang dibawanya. Bahkan, ada yang melepaskan tawanya dengan bebas.

Setelah menempuh perjalanan selama 3 jam lebih, akhirnya bus tiba di Taman Nasional Situ Gunung, Cisaat, Sukabumi. Saat itu jam menunjukkan pukul 12 siang lewat. Ini berarti terjadi keterlambatan 2 jam dari acara yang sudah di susun oleh panitia. Untuk mengatasi keterlambatan itu, panitia terpaksa melakukan penyesuaian acara bersama dengan Pancawati yang menjadi fasilitator.

Sambil menghirup udara segar dan menikmati pemandangan alam, fasilitator meminta para peserta berkumpul di sebuah lapangan. “Ada tiga hal yang harus kita lakukan selama mengikuti pelatihan di Situ Gunung ini, yaitu positive thinking, out of routine, dan do the best,” ujar fasilitator kepada para peserta. Para peserta yang berjumlah 18 orang kemudian dibagi ke dalam dua kelompok, jadi setiap kelompok terdiri dari 9 orang. Setiap kelompok akan ditemani oleh satu orang fasilitator. Fungsi fasilitator ini adalah untuk membimbing para perserta mengikuti kegiatan-kegiatan selama berada di pelatihan.

Selama pelatihan berlangsung, peserta hanya diijinkan membawa barang-barang yang diperbolehkan oleh fasilitator. Ini berarti hampir 90% barang bawaan yang dibawa sendiri oleh peserta tidak boleh dibawa selama pelatihan. Selain itu peserta juga diberitahu bahwa mereka nanti akan tidur di tenda, dan mereka harus membangun sendiri tenda mereka. Saat itulah muncul semacam ketidaknyamanan pada diri beberapa peserta. Tapi itu hanya sesaat saja. Rupanya mereka sadar bahwa mau tidak mau mereka sudah ada di sini dan mereka harus mengikuti seluruh peraturan yang ada.

Selama 3 hari, berbagai aktivitas dilaksanakan di luar ruang. Sedangkan pada hari ke 4, peserta mengikuti T Group (Sensitivity Group) yaitu suatu aktivitas yang bertujuan untuk mengenal setiap peserta secara lebih mendalam. Adapun aktivitas yang dilakukan peserta selama 3 hari adalah sebagai berikut: Pada hari pertama, para peserta mengikuti berbagai permainan seperti find your shoes, transfer bola, magic stick, dan water bomb. Pada hari ke dua, peserta melakukan aktivitas canyoning, dan raft building. Pada hari ketiga, peserta melakukan aktivitas land orienting, yaitu menjelajahi daerah pegunungan. Malamnya, peserta melakukan solo camp yaitu peserta tidur seorang diri di alam terbuka. Setiap kegiatan selalu dimulai dengan briefing dan diakhiri dengan briefing sehingga setiap kegiatan memiliki makna bagi setiap peserta.

Pada hari pertama pelatihan, para peserta masih terlihat kurang memiliki inisiatif. Kalaupun peserta aktif dalam mengikuti tugas yang diberikan, tetapi sepertinya itu masih hanya karena kewajiban semata. Pada hari kedua, inisiatif mulai muncul dalam aktivitas raft building (membangun rakit dari kayu) dan canyoning (menuruni tebing dengan tali). Kali ini peserta mulai aktif memberi saran dan membantu rekannya yang lain. Pada hari ketiga, inisitatif sudah terbentuk dalam aktivitas land orienting. Inisiatif terlihat dari munculnya sikap rela berkorban bagi orang lain. Peserta sudah tidak lagi memikirkan diri sendiri tetapi juga diri rekan satu kelompoknya. Pembagian tugas juga sudah sesuai dengan kemampuan masing-masing peserta.

Malam terakhir, peserta mengikuti solo camp. Mereka diminta tidur seorang diri di alam terbuka. Fasilitator mengatakan jika ada yang tidak kuat mengikuti solo camp maka dia bisa meniup pluit sebagai tanda menyerah. Ada satu peserta yang kondisi kesehatannya menurun, tetapi tetap memaksakan dirinya mengikuti solo camp. Udara malam yang dingin membuat dirinya ingin meniup pluit karena ia merasa sudah tidak kuat lagi. Namun, ia tidak jadi melakukannya. “Saya ingin membuktikan kalau saya bisa,” demikianlah ceritanya pada keesokan harinya.

Keseokan harinya, peserta mengikuti sesi T Grup (Sensitivity Grup). Pada sesi ini, fasilitator dari Kompas Gramedia membimbing peserta untuk mengenali diri mereka masing-masing. Secara bergiliran, masing-masing peserta bercerita mengenai diri mereka. Topik cerita dibebaskan, lama waktu bercerita pun tak dibatasi. Tak terasa, jam sudah menunjukkan pukul dua siang. Waktunya untuk pulang ke Jakarta. Para peserta kemudian masuk ke dalam bis. Rasa lelah yang mereka rasakan membuat mereka duduk dengan tenang sepanjang perjalanan pulang. “Senang bisa kembali ke Jakarta,” komentar seorang peserta. Lanjutnya, “Pengalaman di Situ Gunung membuat kita menjadi lebih kuat menghadapi tantangan-tantangan di Jakarta.”