Selasa, 24 Maret 2009

Pada tanggal 20 - 21 Maret 2009, Human Resources Service (HRS) Kompas Gramedia mengadakan pelatihan outbound di Santa Monica, Ciawi. Pelatihan outbound yang mengangkat tema “SAVING PRIVATE RYAN” ini diikuti oleh sekitar 46 orang karyawan HRS.

Para peserta outbound HRS memulai keberangkatannya dari pelataran halaman Bentara Budaya Jakarta, sekitar Jumat siang, 20 Maret 2009. Para peserta dilepas keberangkatannya oleh Ibu Caecilia Dian, Direktur Corporate Human Resources, yang berpesan agar outbound ini bisa membawa manfaat bagi para peserta.

Pada pelatihan outbound HRS ini, para peserta selama satu setengah hari diajak untuk memainkan berbagai permainan yang sudah dipersiapkan oleh pihak fasilitator. Tapi bukan sekedar bermain. Para peserta juga diajak untuk menemukan makna yang bermanfaat buat diri mereka dari setiap permainan. Terutama manfaat yang berhubungan dengan lingkungan kerja HRS yang sekarang ini sedang berusaha beradaptasi dengan sistem yang baru yaitu SAP.

Ada 8 permainan yang dimainkan oleh para peserta selama outbound. Ke delapan permainan itu dibungkus dalam satu tema yang diberi judul “Saving Private Ryan”. Tema yang diangkat dari film karya Steven Spielberg itu, bercerita tentang satu pasukan tentara dibawah pimpinan Kapten John H Miller yang ditugaskan untuk menyelamatkan nyawa seorang prajurit bernama Ryan. Tema “Saving Private Ryan” dipilih dengan dengan maksud untuk meneladani kekompakan dan pengorbanan tim Kapten John H Miller dalam menyelamatkan Ryan, seorang prajurit biasa.

Banyak pembelajaran yang berhasil diambil oleh peserta dari permainan-permaian yang ada. Misalnya, pada permainan pertama yang diberi judul “Seniman Satu Coretan”.Dalam permainan ini setiap peserta diminta untuk membuat satu coretan yang panjangnya maksimal 30 cm. Lalu peserta lain harus melanjutkan coretan itu hingga akhir waktu yang diberikan oleh fasilitator. Hasilnya adalah sebuah gambar yang tidak jelas bentuknya karena tidak adanya kesamaan ide mengenai gambar apa yang akan digambar oleh masing-masing peserta. Dari permainan itu, fasilitator mengajak peserta untuk memahami pentingnya koordinasi dan kejelasan visi dalam bekerja.

Contoh pembelajaran lainnya adalah pada permainan terakhir yang diberi judul “911”. Seperti namanya, dalam permainan ini para peserta diminta untuk menyelamatkan nyawa 6 orang penumpang pesawat terbang yang jatuh di sekitar daerah outbound. Kejadian unik terjadi ketika para peserta yang tadinya terbagi dalam kelompok akhirnya bersatu. Mereka menamakan kumpulan tiba-tiba itu dengan sebutan pasar kaget. Seperti halnya pasar, para peserta mengadakan pertukaran barang-barang yang diperlukan untuk menyelamatkan nyawa ke 6 penumpang. Hasil akhir dari permainan ini adalah 4 penumpang berhasil diselamatkan dan 2 penumpang mati tidak terselamatkan.

Dari permainan 911 itu, fasilitator menyimpulkan bahwa para peserta gagal menyelesaikan permainan karena ada dua penumpang yang gagal diselamatkan. Fasilitator mengatakan penyebab kegagalan mereka disebabkan karena masih adanya mental “pasar”. Istilah mental pasar ini berasal dari peristiwa pasar kaget yang muncul saat permainan sedang berlangsung. Orang yang dimaksud bermental pasar adalah orang yang ketika bekerja melakukan perhitungan untung rugi. "Kalau saya melakukan ini, lalu saya dapat apa?" Mental pasar inilah yang membuat hasil kerja menjadi kurang maksimal karena orang akan bekerja kalau enaknya saja, kerja kalau semua lancar-lancar saja, atau hanya kalau ada untungnya.

Acara pelatihan outbound ditutup sekitar jam 5 sore. Para peserta saling bersalam-salaman, ada yang berpelukan, ada juga yang sambil mengatakan “Sinergi yah”.

Senin, 14 April 2008


Bioskop Seminar Win The Heart berlansung selama 5 hari, menayangkan 5 film, 9 pembicara seminar, dan diikuti ribuan peserta.

Apa hubungan Win The Heart dengan Bioskop Seminar? Win The Heart adalah program tahunan Kompas Gramedia mulai tahun 2007, yang bertujuan agar semua karyawan Kompas Gramedia mendapatkan semangat baru untuk memenangkan hati pelanggan, dan lebih jauh lagi adalah untuk merebut hati mereka. Bioskop Seminar adalah salah satu program Win The Heart yang bertujuan untuk memperlengkapi seluruh karyawan Kompas Gramedia dalam pengetahuan mengenai pelayanan pelanggan yang dapat memenangkan hati pelanggan.

Dalam bioskop seminar, karyawan dapat memilih seminar yang akan diikuti berdasarkan seminar yang telah tersedia. Pelaksanaan bioskop seminar berjalam selama 5 hari. Mulai hari Senin, 7 April 2008 sampai dengan hari Jumat, 11 April 2008. Selama 4 hari pertama, Senin sampai Kamis, akan diadakan pemutaran film mengenai customer service. Film – film yang diputar antara lain Race Without Finish Line (Senin), Who Moved My Cheese (Selasa), Fish (Rabu), Clif Customer Service Adventure (Rabu), dan The Guest (Kamis). Khusus hari Jumat, tidak ada film.

Bioskop seminar, sesuai namanya, selain menonton film juga ada seminar yang dibawakan oleh pembicara-pembicara yang berasal dari dalam Kompas Gramedia dan dari luar. Hari pertama diisi oleh Bp. Made Suryawan (Hotel Santika Jakarta) dan Bp. Johannes Lim. Hari kedua diisi oleh Ibu Vivi Herlambang (Hotel Santika Jakarta) dan Ibu Indri Sulistiawati. Hari ketiga diisi oleh Bp. Ruben Saragih (DC Cakung) dan Bp. Lukminto Wibowo (MarComm Kompas). Hari keempat diisi oleh Bp. Aloysius Winarta (Ka. TB. Cijantung) dan Bp. Joseph Landri. Hari kelima diisi oleh Bp. Djamil Azzaini.

Minggu, 13 April 2008


Tugas membina karyawan hanyalah tugas PSDM. Siapa bilang? Itu juga tugas semua karyawan.

Coaching Counseling atau yang biasanya disebut CoCo menjadi tema pelatihan bagi rekan-rekan sebanyak 23 orang, yang bekerja di Tribun Kaltim, Balikpapan. Pelatihan berlangsung selama dua hari, 3-4 April 2008, dan bertempat di aula pertemuan Hotel Pacific, Balikpapan. Rata-rata peserta yang hadir adalah mereka yang memiliki anak buah seperti manajer, asisten manajer, kepala regu, redaktur, dan asisten redaktur. Tetapi tidak hanya mereka yang memilki anak buah saja yang ikut dalam pelatihan ini, ada juga peserta yang masih level staf yang ikut serta.

Ada anggapan bahwa Coaching Counseling adalah tugas seorang pemimpin yang memiliki anak buah. Pemimpin perlu memberikan Coaching atau Counseling ketika anak buahnya dinilai mengalami penurunan kinerja. Jika penyebabnya adalah karena si anak buah kurang memiliki kemampuan, informasi, pengetahuan, atau kompetensi maka coaching lah yang diberikan. Tetapi jika penyebabnya adalah karena si anak buah bermasalah dengan sifat, sikap, emosi, dan kepribadian maka counseling lah yang diberikan. Ternyata anggapan kalau Coaching Counseling hanyalah tugas pemimpin atau yang memiliki anak buah adalah keliru. Seorang yang tidak memiliki anak buah juga bisa memberikan coaching dan counseling. Kepada siapa? Kepada rekan sekerja atau teman sekerja.

Pada dasarnya, Coaching Counseling adalah kegiatan membantu orang lain. Jadi siapa saja bisa melakukannya asalkan ia memiliki niat untuk membantu orang lain yang sedang memiliki masalah. Dalam dunia kerja, masalah adalah ketika seorang karyawan dalam bekerja menunjukkan hasil kinerja yang menurun, kesalahan meningkat, inisiatif berkurang, sulit bekerja sama, enggan menjalankan tugas, dan sebagainya. Dan terpenting, ketika kita mengatakan seorang karyawan bermasalah maka kita harus memiliki data yang kuat yang menunjukkan kalau karyawan itu memang bermasalah. Tanpa data yang kuat maka anggapan kita kalau karyawan itu bermasalah akan mudah ditepis.

Pelatihan hari pertama membahas mengenai coaching. Pada pelatihan itu dijelaskan mengenai manfaat coaching dan metode coaching. Juga diadakan workshop dimana para peserta diminta untuk melakukan praktek coaching secara langsung. Umpan balik dan diskusi mengenai jalannya praktek dilakukan sesudah praktek. Pelatihan hari kedua membahas mengenai counseling. Pada pelatihan hari kedua ini dijelaskan mengenai manfaat counseling dan metode counseling. Ada juga workshop seperti hari pertama namun tentu dengan kasus yang berbeda.

Selama pelatihan berlangsung terungkap berbagai kasus yang sedang dialami oleh rekan-rekan di Tribun Kaltim. Kasus-kasus itu antara lain seperti kasus berpacaran dengan rekan kerja, cara memberikan co-co kepada lawan jenis, bagaimana memberikan co-co kepada orang yang berbeda karakter, bagaimana menghadapi anak buah yang keras kepala, mana yang pertama kali harus dilakukan, coaching atau counseling, dan kasus mengenai atasan yang tidak mau membantu anak buah. Jika semua penyelasaian terhadap masalah itu harus diselesaikan seorang diri oleh pihak PSDM maka pihak PSDM tidak akan sanggup. Oleh sebab itu, dengan adanya pelatihan ini diharapkan mereka yang sudah mendapatkan pelatihan Coaching Counseling bisa membantu PSDM untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada. Semoga harapan itu bisa tercapai. Maju terus Tribun Kaltim. Tribun Kaltim Luar Biasa!!!


Pada 26 – 27 Maret 2008, para karyawan Hotel Santika Cirebon mengikuti pelatihan mengenai Pengembangan Kepribadian Efektif yang disampaikan oleh Pusdiklat KG.

“Apa yang anda lakukan pertama kali setiap bangun pagi?” tanya trainer kepada para peserta pelatihan. “Saya langsung minum teh.” Jawab seorang peserta.
“Apakah anda melakukannya setiap hari?” tanya trainer kembali.
“Iya.” jawab peserta.
“Apa yang anda rasakan jika anda tidak minum teh sehabis bangun pagi?” tanya trainer lebih lanjut
“Rasanya ada yang kurang.” Jawab peserta

Dialog tersebut berlanjut dengan pembahasan mengenai kebiasaan. Setiap manusia memiliki kebiasaan., seperti peserta itu yang memiliki kebiasaan minum teh setiap bangun pagi. Ada banyak macam kebiasaan seperti kebiasaan tidur larut malam, kebiasaan terlambat makan, kebiasaan berkata jujur, kebiasaan berolahraga, dan lain sebagainya. Pada dasarnya, kita dapat membagai kebiasaan menjadi dua yaitu kebiasaan yang baik dan kebiasaan yang tidak baik. Kebiasaan yang baik akan memberikan hasil yang baik, kebiasaan yang buruk akan memberikan hasil yang buruk.

Contohnya, ada dua orang petani. Petani yang pertama adalah petani yang punya kebiasaan berangkat ke ladang saat pagi hari. Petani yang kedua adalah petani yang punya kebiasaan bangun siang dan pergi ke ladang saat siang hari. Kira-kira petani mana yang akan bisa mendapatkan panen lebih cepat dan memuaskan? Jawabannya, petani yang pertama. Mengapa? Karena dia memiliki kebiasaan yang mendukung keberhasilan dirinya melakukan pekerjaannya.

Stephen Covey dalam buku fenomenalnya yang berjudul 7 Habit of Highly Effective People ( 7 Kebiasaan Manusia Efektif) menjelaskan yang dimaksud efektif adalah jika seseorang memiliki kebiasaan yang bisa membuat dirinya mencapai tujuannya dan mencapainya berulang-ulang kali. Adapun 7 kebiasaan itu adalah
Kebiasaan 1: Proaktif;
Kebiasaan 2: Mulai dari Akhir;
Kebiasaan 3: Mendahulukan yang Utama;
Kebiasaan 4: Berpikir Menang-Menang;
Kebiasaan 5: Memahami Baru Dipahami;
Kebiasaan 6: Synergy; dan
Kebiasaan 7: Mengasah Gergaji.

Bagaimana kebiasaan terbentuk? Awalnya dari pikiran. Pikiran menghasilkan tindakan. Tindakan yang dilakukan berulang-ulang menjadi kebiasaan. Kebiasaan membentuk karakter. Karakter menentukan nasib atau akhir hidup seseorang. Misalnya, jika sewaktu kecil seseorang punya kebiasaan mencuri uang milik orang tuanya maka kebiasaan itu akan terbawa sampai ia dewasa. Ketika nanti ia bekerja di suatu perusahaan, kebiasaan mencuri itu tetap terbawa. Bisa jadi ia akan melakukan praktek korupsi atau bersikap tidak jujur dalam menggunakan uang perusahaan. Bisa jadi hidupnya akan berakhir di penjara atau namanya akan buruk di mata masyarakat sekelilingnya.

Pelatihan PKE di Santika Cirebon ini berlangsung selama dua hari. Pelatihan hari pertama membicarakan kebiasaan 1 sampai dengan kebiasaan 3. Pelatihan hari kedua membicarakan kebiasaan 4 sampai dengan kebiasaan 7. Metode pelatihan berlangsung dua arah yaitu antara pengajar dan peserta. Peserta diajak aktif selama pelatihan melalui berbagai tanya jawab, diskusi, dan permainan. Pada saat istirahat hari ke dua, seorang peserta mengutarakan tanggapannya terhadap materi pelatihan hari pertama. Ia bercerita kalau selama ini ia tidak bisa mengatur prioritasnya dengan baik sehingga kuliahnya tidak kunjung tuntas. Setelah mendapatkan materi mengenai kebiasaan ketiga (Dahulukan yang Utama), ia sadar kalau selama ini ia banyak menghabiskan waktunya di kuadran 4, yaitu kuadaran yang dipenuhi dengan aktivitas yang tidak penting dan tidak mendesak. Setelah sadar akan kekeliruannya, ia bertekad untuk segera mendahulukan yang utama yaitu menyelesaikan kuliahnya secepat mungkin.

Kisah itu hanyalah satu dari banyak kisah yang terjadi selama pelatihan. Pihak Pusdiklat KG berharap semoga pelatihan ini bisa membuat teman-teman di Hotel Santika Cirebon bisa menjadi pribadi-pribadi yang efektif. Baik, itu pekerjaan mereka ataupun di kehidupan mereka secara umum.

Rabu, 19 Maret 2008



Training Basic Mentality bagi karyawan PT. GMU yang diadakan pada tanggal 13 – 14 Maret 2008 mengajak peserta untuk meloncat lebih tinggi lagi.

Apa itu bekerja? Nilai – nilai apa yang harus kita miliki ketika bekerja? Dua pertanyaan itulah yang menjadi pokok pembahasan pada training Basic Mentality pada tanggal 13 – 14 Maret 2008. Training ini diadakan bagi karyawan GMU. Pelaksanaannya berada di dua tempat. Pada hari pertama berada di ruang training Pusdiklat lt. 5. Pada hari ke dua berada di Taman Wiladatika Cibubur, Saung Siaga.

Pelatihan hari pertama berbentuk pelatihan di dalam kelas. Mereka yang hadir saat itu adalah karyawan GMU sejumlah 28 orang dari divisi yang berbeda (dana, umum, dan bangunan), dua orang dari Pusdiklat sebagai trainer, dan satu orang dari PSDM sebagai pihak panitia. Pada sesi pertama yang berlangsung pagi hari, para peserta diajak memahami makna kerja dan motivasi diri (self motivated). Kesimpulan sesi pertama adalah bahwa dalam bekerja sangat diperlukan semangat kerja yang tinggi. Semangat kerja yang tinggi itu diperoleh dari motivasi dalam diri sendiri. Dengan memiliki semangat maka kerja akan menghasilkan prestasi.

Pada siang hari, peserta diajak memahami nilai-nilai Kompas Gramedia. Nilai-nilai Kompas Gramedia itu dikenal dengan sebutan 5C yaitu Caring (peduli terhadap sesama), Credible (dapat dipercaya dan dapat diandalkan), Competent (cakap dan terampil di bidangnya), Competitive (terdorong untuk menjadi yang terunggul, dan Customer delight (memberikan yang terbaik sehingga pelanggang menjadi puas). Melalui berbagai diskusi, sharing, dan nonton film, para peserta diajak memahami nilai 5C. Pelatihan ditutup dengan cerita mengenai seekor kodok yang tidak lagi dapat meloncat tinggi karena disimpan dalam kotak yang sempit. Hikmah yang dapat diambil dari cerita itu adalah nilai-nilai yang salah dapat menghambat kita untuk berprestasi (meloncat lebih tinggi), sedangkan nilai-nilai yang benar akan memampukan kita untuk meloncat lebih tinggi.

Esok harinya, para peserta berkumpul di Taman Wiladatika Cibubur, Saung Siaga. Pada pelatihan di luar ruang ini, para peserta akan mengikuti berbagai permainan berbentuk komptetisi untuk berprestasi. Permainan dibagi ke dalam tiga bagian yaitu kompetisi antara individu, kompetisi antar tim, dan strategi berprestasi. “Hari ini kita akan membuktikan apakah anda dapat meloncat lebih tinggi,” ujar trainer kepada para peserta. “Praktekanlah nilai-nilai 5C yang telah kita pelajari kemarin.”

Untunglah cuaca hari itu sangat mendukung. Pagi hari cuaca cerah dan sejuk. Siang hari sempat turun hujan namun tidak berlangsung lama sehingga aktivitas selanjutnya bisa berlangsung kembali. Permainan demi permainan diikuti para peserta, baik yang muda ataupun yang tua, dengan semangat. Memang benar, ungkapan yang mengatakan kalau permainan itu tidak mengenal batas usia. Para peserta berusaha bisa berprestasi di setiap permainan dan aktif untuk menjawab pertanyaan dari trainer. Bagi mereka yang berprestasi dan aktif akan mendapatkan kupon. Pada akhir pelatihan nanti akan dilihat siapa yang memiliki kupon paling banyak maka dia akan mendapatkan hadiah dari panitia.

Sekitar jam 3 sore, para peserta berkumpul di saung yang tersedia. Trainer mengajak para peserta untuk membuat afirmasi (janji) pribadi. Afirmasi pribadi berisikan “Apa yang ingin anda lakukan dalam rentang waktu tertentu.” Acara ditutup dengan pembagian hadiah bagi peserta yang memiliki kupon terbanyak dan kata-kata penutup dari panitia. Kira-kira jam 4 sore, para peserta meninggalkan lokasi pelatihan.

Selasa, 18 Maret 2008

Setelah mengikuti program MDP di Prasetya Mulya selama beberapa bulan dan setelah menyelesaikan project assignment 1, para peserta MDP 3, yang menamai kelompoknya dengan sebutuan JEMPOL 21, mengikuti kegiatan outbond training selama 4 hari 3 malam, pada tanggal 20 -23 Februari 2008, di Taman Nasional Situ Gunung, Cisaat, Sukabumi.

Kecerian terlihat dari wajah para Jempol’ers pagi itu. Mereka sudah duduk di bangkunya masing-masing di dalam bus. Ada yang terlihat sibuk sendiri mengatur barang bawaannya. Ada yang sedang berbincang-bincang dengan orang yang ada disebelahnya. Ada yang asik menikmati makanan yang dibawanya. Bahkan, ada yang melepaskan tawanya dengan bebas.

Setelah menempuh perjalanan selama 3 jam lebih, akhirnya bus tiba di Taman Nasional Situ Gunung, Cisaat, Sukabumi. Saat itu jam menunjukkan pukul 12 siang lewat. Ini berarti terjadi keterlambatan 2 jam dari acara yang sudah di susun oleh panitia. Untuk mengatasi keterlambatan itu, panitia terpaksa melakukan penyesuaian acara bersama dengan Pancawati yang menjadi fasilitator.

Sambil menghirup udara segar dan menikmati pemandangan alam, fasilitator meminta para peserta berkumpul di sebuah lapangan. “Ada tiga hal yang harus kita lakukan selama mengikuti pelatihan di Situ Gunung ini, yaitu positive thinking, out of routine, dan do the best,” ujar fasilitator kepada para peserta. Para peserta yang berjumlah 18 orang kemudian dibagi ke dalam dua kelompok, jadi setiap kelompok terdiri dari 9 orang. Setiap kelompok akan ditemani oleh satu orang fasilitator. Fungsi fasilitator ini adalah untuk membimbing para perserta mengikuti kegiatan-kegiatan selama berada di pelatihan.

Selama pelatihan berlangsung, peserta hanya diijinkan membawa barang-barang yang diperbolehkan oleh fasilitator. Ini berarti hampir 90% barang bawaan yang dibawa sendiri oleh peserta tidak boleh dibawa selama pelatihan. Selain itu peserta juga diberitahu bahwa mereka nanti akan tidur di tenda, dan mereka harus membangun sendiri tenda mereka. Saat itulah muncul semacam ketidaknyamanan pada diri beberapa peserta. Tapi itu hanya sesaat saja. Rupanya mereka sadar bahwa mau tidak mau mereka sudah ada di sini dan mereka harus mengikuti seluruh peraturan yang ada.

Selama 3 hari, berbagai aktivitas dilaksanakan di luar ruang. Sedangkan pada hari ke 4, peserta mengikuti T Group (Sensitivity Group) yaitu suatu aktivitas yang bertujuan untuk mengenal setiap peserta secara lebih mendalam. Adapun aktivitas yang dilakukan peserta selama 3 hari adalah sebagai berikut: Pada hari pertama, para peserta mengikuti berbagai permainan seperti find your shoes, transfer bola, magic stick, dan water bomb. Pada hari ke dua, peserta melakukan aktivitas canyoning, dan raft building. Pada hari ketiga, peserta melakukan aktivitas land orienting, yaitu menjelajahi daerah pegunungan. Malamnya, peserta melakukan solo camp yaitu peserta tidur seorang diri di alam terbuka. Setiap kegiatan selalu dimulai dengan briefing dan diakhiri dengan briefing sehingga setiap kegiatan memiliki makna bagi setiap peserta.

Pada hari pertama pelatihan, para peserta masih terlihat kurang memiliki inisiatif. Kalaupun peserta aktif dalam mengikuti tugas yang diberikan, tetapi sepertinya itu masih hanya karena kewajiban semata. Pada hari kedua, inisiatif mulai muncul dalam aktivitas raft building (membangun rakit dari kayu) dan canyoning (menuruni tebing dengan tali). Kali ini peserta mulai aktif memberi saran dan membantu rekannya yang lain. Pada hari ketiga, inisitatif sudah terbentuk dalam aktivitas land orienting. Inisiatif terlihat dari munculnya sikap rela berkorban bagi orang lain. Peserta sudah tidak lagi memikirkan diri sendiri tetapi juga diri rekan satu kelompoknya. Pembagian tugas juga sudah sesuai dengan kemampuan masing-masing peserta.

Malam terakhir, peserta mengikuti solo camp. Mereka diminta tidur seorang diri di alam terbuka. Fasilitator mengatakan jika ada yang tidak kuat mengikuti solo camp maka dia bisa meniup pluit sebagai tanda menyerah. Ada satu peserta yang kondisi kesehatannya menurun, tetapi tetap memaksakan dirinya mengikuti solo camp. Udara malam yang dingin membuat dirinya ingin meniup pluit karena ia merasa sudah tidak kuat lagi. Namun, ia tidak jadi melakukannya. “Saya ingin membuktikan kalau saya bisa,” demikianlah ceritanya pada keesokan harinya.

Keseokan harinya, peserta mengikuti sesi T Grup (Sensitivity Grup). Pada sesi ini, fasilitator dari Kompas Gramedia membimbing peserta untuk mengenali diri mereka masing-masing. Secara bergiliran, masing-masing peserta bercerita mengenai diri mereka. Topik cerita dibebaskan, lama waktu bercerita pun tak dibatasi. Tak terasa, jam sudah menunjukkan pukul dua siang. Waktunya untuk pulang ke Jakarta. Para peserta kemudian masuk ke dalam bis. Rasa lelah yang mereka rasakan membuat mereka duduk dengan tenang sepanjang perjalanan pulang. “Senang bisa kembali ke Jakarta,” komentar seorang peserta. Lanjutnya, “Pengalaman di Situ Gunung membuat kita menjadi lebih kuat menghadapi tantangan-tantangan di Jakarta.”